Semazen

Friday, November 23, 2012

Melahirkan Yesus


Sehari menjelang ulang tahunku, seorang teman sekantor yang Kristen Protestan –yang gara-gara fesbuk jadi tahu hari ulangtahunku beberapa hari sebelumnya- dengan bercanda memintaku untuk memistifikasi hari kelahiranku. Memistifikasi yang dia maksud adalah memberi makna mistik. Atau agar terdengar lebih ilmiah dan tidak terlalu Kejawen (buat yang apriori terhadap Kejawen), adalah mengungkapkan misteri atau rahasia yang ada padanya, dengan kata lain mengungkap makna spiritual dibaliknya. Kubilang bisa saja, karena siapa pun punya hak untuk memberi makna terhadap apapun, bukan? Apalagi hari kelahiran. Mau memaknai ala Arab, Jawa, Masehi, Sufi atau ala asal-asalan? Bisa semua, tinggal diutak atik. Masalah gathuk (pas) atau tidak tergantung keterampilan menggunakan paradigma dan merakit fakta agar menjadi argumen yang meyakinkan, bukan begitu J?

Lalu kubilang, dari dulu aku suka sekali dengan kisah Maryam alias the Virgin Mary, ibundanya Yesus. Ternyata baru beberapa hari ini kusadari kalau angka 19 di Al-Qur'an adalah nomor untuk surat Maryam, alias Mary. Dialah satu-satu perempuan yang namanya terukir indah dalam Al-Qur’an dan satu-satunya perempuan yang kisahnya dikisahkan dengan jelas di Al-Qur’an yang kisah-kisah didalamnya didominasi oleh kisah-kisah para lelaki. Surat ini kuanggap istimewa karena disamping menantang nalar alias banyak kisah-kisah yang tidak sejalan dengan logika linier juga karena didalam surat ini pula doa favoritku berada, yaitu doa yang sama diucapkan oleh Tuhan dan Yesus atau Nabi Isa. Dengan redaksi doa yang sama Tuhan berdoa untuk Yahya dan Yesus berdoa untuk dirinya sendiri. Karena isinya sama namun berbeda subjek maka lagi-lagi ini pun menantang nalar. Doa ini yang biasanya kuucapkan menjelang tidur dan kalau mendengar ada orang baru saja meninggal. Isinya, “Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, dihari kelahiranku, dihari wafatku dan di hari ketika aku dibangkitkan hidup kembali”, ini doa Yesus untuk dirinya sendiri (Quran, 19: 33). Sedangkan Tuhan bedo’a untuk Yahya, “Kesejahteraan bagi dirinya dihari kelahirannya, dihari wafatnya, dan dihari ketika ia dibangkitkan hidup kembali (Quran, 19: 15).”
Temanku ini pun dengan antusias berkomentar pendek, “Oh, ya?!”.  Tulisan ini untuk menyambung diskusiku dengannya yang terputus karena dia harus mencari tiket pulang kampung untuk menjemput istrinya J

Lukisan Siti Maryam (the Virgin Mary) berdasarkan vision Frithjof Schuon

Sebelumnya aku sudah pernah menulis sekilas tentang Maria dan Bayi Yesus di buku Finding Rumi, namun terlupakan dan baru teringat kemblai ketika berbincang tentang Maria dengan teman Protestan itu. Secara kebetulan dihari ulang tahunku, salah satu koran yang jadi langganan kantor memuat foto esay tentang situs-situs Maria di dunia.  Disitu disebut bahwa bagi umat Katolik bulan Mei dan Oktober adalah bulannya Maria (the month of Mary) yaitu bulan yang khusus didedikasikan untuk Maria. Wow! Jadi angka 19 dan bulan Oktober sama-sama terkait Maria. Amazing fact untuk diutak atik gathuk, bukan?!. (Barangkali ini efek tinggal di Jawa, jadi ketularan kreatif untuk memberi makna).

Mengapa Oktober jadi bulan Bunda Maria? Sejarahnya terkait dengan penyerangan pasukan Ottoman atau Turki Usmani ke negara-negara Eropa yang mayoritas adalah Kristen pada tahun 1571. Melihat pasukan Muslim Turki lebih banyak dibanding pasukan Kristen maka muncul kekuatiran agama Kristen akan punah di negeri Eropa sehingga komandan Armada Katolik dari Austria (John/Don Juan) berdoa Rosario memohon bantuan Bunda Maria. Jemaat Katolik diseluruh Eropa pun serentak berdoa Rosario agar mendapat pertolongan disituasi yang sangat genting ini. Pada 7 Oktober seluruh umat Katolik di Roma tidak berhenti berdoa Rosario dari pagi hingga petang  hingga akhirnya pasukan Katolik memperoleh kemenangan. Maka sejak saat itu 7 Oktober ditetapkan sebagai hari Raya Rosario Suci bagi umat Katolik, dan bulan Oktober dikhususkan sebagai bulan devosi bagi Bunda Maria yang telah menjaga Gereja hingga akhir jaman. Begitu menurut pemeluk Katolik.

Bayangkan, tidak hanya pertempuran fisik yang terjadi kala itu, tetapi juga pertempuran spiritual, pertempuran doa. Pasukan Turki pun pasti juga berdoa tidak kalah kencang memohon kemenangan dipertempuran ini, apalagi demi misi menegakkan kebenaran Islam di Eropa. Jika kita yakin bahwa penguasa alam semesta adalah tunggal maka doa mana yang akan dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Tunggal? Apa kriteria yang Dia pakai untuk mengabulkan doa dari kedua kubu ini, yang sama-sama merasa memegang kebenaran Tuhan?  

Beberapa waktu lalu aku menghadiahi seorang teman dekat yang beragama Katolik, yang hari lahirnya bertepatan dengan Maria berduka cita, yang diperingati setiap 15 September. Dari dialah aku tahu bahwa di Tradisi Katolik ada hari Maria berduka cita untuk mengenang tujuh duka yang dialami Maria sepanjang hidupnya. Hadiahku itu berupa foto berisi kutipan puisi seorang Sufi besar yang dikubur di kota cinta, Konya, Turki, yaitu Jalaluddin Rumi. Kutipan puisi dalam hadiah itu terkait dengan pembicaraan kami sebelumnya  mengenai penderitaan. Ia bicara dari perspektif Buddha yang mengajarkan bahwa, penderitaan disebabkan oleh sifat keakuan manusia. Jika keakuan ini telah dilampaui maka kita akan terbebas dari duka atau penderitaan. Aku bicara dari perspektif Rumi yang kata-katanya kulekatkan difoto itu. Kutipan yang kuambil dari kitab Fihi Ma Fihi-nya Jalaluddin Rumi itu berkata:
"Tubuh adalah Maria, masing-masing kita mempunyai Yesus didalamnya. Jika kepedihan/penderitaan datang maka Yesus akan lahir. Tetapi jika tidak maka ia akan pulang membawa rahasianya sebagai mana rahasia kedatangannya. Oleh karenaya kita akan kehilangan hikmah-hikmahnya".


Puisi ini adalah kiasan Rumi yang menjelaskan bahwasanya semua penderitaan hidup adalah jalan menuju kesejatian, atau jalan menuju Cinta. Artinya orang yang kaya penderitaan hidup akan lebih memahami sejatinya hidup. Tentu saja jika ia pandai memaknai penderitaannya. Rumi menyebut penderitaan sebagai jalan bagi lahirnya Yesus, yang memang  identik dengan cinta/kasih. Baginya Yesus tidak akan lahir kalau Maria tidak menderita. Sebagaimana Qur’an tidak akan lahir kalau Muhammad tidak mengalami penderitaan hebat dalam hidupnya. Jadi dua-duanya, Yesus dan Qur’an adalah buah dari penderitaan. (Kalau tidak percaya bacalah kisah hidup keduanya dan bandingkan dengan deritamu, mana yang lebih dahsyat.)

Qur’an dan Yesus adalah sama-sama firman Tuhan yang lahir dari tubuh yang berbeda, Maria dan Muhammad. Lihatlah, betapa amazing-nya skenario Tuhan. Ketika firman itu melalui perempuan, ia berupa manusia yaitu Yesus atau Isa. Namun ketika melalui laki-laki, firman itu berupa Al-Qur’an. Maria dan Muhammad adalah wadah yang sempurna bagi manifestasi firman Tuhan ke dunia.

Jadi, menurut sang Guru Rumi, pada hakikatnya penderitaan-penderitaan hidup yang dialami oleh manusia berfungsi sebagai jalan untuk lahirnya Yesus (cinta/kasih). Yesus disini adalah esensi sejati yang ada di dalam setiap manusia.  Dalam perspektif Sufi esensi ini sebenarnya adalah esensi Tuhan sendiri yang Ia tiupkan pada Adam. Jadi, penderitaan berfungsi untuk menyadarkan kita tentang hakikat sejati manusia. Karena ketika mengalami kepedihanlah mansuia beralih kepada dirinya sendiri, yang sebenarnya pada dirinya yang paling dalam tersimpan misteri Tuhan, yang oleh para Sufi disebut mutiara terpendam atau harta karun.

Maka tugas kita semua adalah untuk melahirkan Yesus kita ke dunia. Dalam kapasitas kita Ia bisa berupa kata-kata, warna, suara, bentuk, tarian, organisasi, gerakan, dll. Jika yang kita lahirkan benar-benar Yesus maka pastilah tidak mengandung kebencian dan prasangka buruk, karena apapun yang lahir dari kemurnian hanya mengandung CINTA, yang turunannya adalah sifat kreatif dan mampu membangkitkan jiwa-jiwa yang gersang. So, dalam rupa apakah Yesusku dan Yesusmu akan lahir?

-Surga Kecil, Yogyakarta, 19 Oktober 2012/. 12.00 WIB. 

No comments: