Semazen

Friday, December 7, 2012

#4. Sapi Genit Turki


Di Turki, jangan sepelekan titik!

Di hari keempat udara tidak sedingin biasanya karena matahari bersinar cerah, sekitar 10 derajat sehingga aku tidak memakai jaket tebal walaupun aku bawa. Bosan setiap hari memakai jaket.
               Seperti biasa, mobil-mobil dan bis-bis besar memenuhi dua jalur jalan besar didepan SBF (Siyasal Bilgiler Fakültesi) atau fakultas ilmu politik, universitas Ankara. Sedangkan orang-orang Turki berlalu lalang di trotoar depan kampus dengan jaket tebal  yang kebanyakan berwarna gelap. Aku merasa terlihat mencolok dengan jaket berwarna merah terang dengan pinggiran putih ala Santa Clause. Untunya ini bulan Desember, musim Santa Clause. Aku lalu berjalan menuju internet Café yang  tidak jauh dari kampus SBF. Tujuannya satu, memecahkan teka-teki email. Semalaman aku berpikir tentang email yang tak bisa dibuka. Dan, Eureka! Aku telah menemukan jawabannya yang akan kubuktikan pagi ini. 
                Benar saja, di Turki ternyata tidak boleh menyepelekan titik. Di Turki titik menjadi super penting. Kalau kita lupa pada titik bisa fatal akibatnya, bisa terisolasi dari dunia bahkan untuk selamanya jika tidak juga sadar betapa pentingnya sebuah titik. Inilah jawaban teka-teki email yang tak bisa dibuka. Aku terkecoh oleh titik. Semua password-ku rupanya mengandung huruf i bertitik. Di Turki ada dua jenis i, bertitik dan tidak bertitik. i bertitik diucapkan seperti i biasa sedangkan ı tanpa titik diucapkan seperti ‘eu’ Perancis atau Sunda. Celakanya, keyboard Turki berbeda dari keyboard biasa, lebih complicated karena disesuaikan dengan alfabet Turki. Masalahnya adalah letak huruf i bertitik ditempati oleh i tak bertitik sehingga orang yang terbiasa dengan keyboard standar dan tak paham alphabet Turki akan sering keliru mengetik i bertitik dengan i tak bertitik. Hari keempat problem internet ketemu solusinya. Ahh..leganya.
Dari internet café aku menuju ke SBF mencari Profesor pembimbingku. Hari ini kampus  SBF agak berbeda. Di dinding depan fakultas terpampang lukisan kain sangat besar seorang laki-laki, yang tak lain adalah Mustafa Kemal, bapak pendiri Turki modern yang lazim dikenal sebagai Ataturk atau Bapak Turki. Ia diapit oleh dua bendera yang sama besar, satu bendera Turki yang merah menyala dengan bintang dan bulan sabit putihnya dan satunya lagi bendera fakultas yang berwarna biru dengan lambang SBF. Kemarin tiga benda itu belum terpasang. Rupanya esok hari adalah hari ulang tahun fakultas yang merupakan garda depan pencetak politikus-politikus handal Turki. Maka tidak heran kalau kemudian fakultas ini menjadi favorit di Turki. Banyak pemimpin partai, pejabat penting Turki, dan orang sukses lainnya adalah lulusan dari fakultas ini. Itu artinya lulusan dari fakultas ini sudah mengantongi tiket sukses. Tadinya fakultas ini ada di Istanbul tapi sejak Ankara menjadi Ibukota Turki, Ataturk memindahkannya ke Ankara. Begitu penjelasan Mehmet, malaikat keenam berpipi chubby yang kutemukan di SBF.

                Aku lalu naik ke lantai dua melewati kantor Profesorku. Aku tidak mengetuk kantornya karena aku diminta menelpon Profesor ini setelah jam tigaan sehingga aku memilih mengamati foto jadul yang berderet disepanjang dinding. Pokoknya tak ada dinding yang menganggur. Semua berisi foto-foto hitam putih dengan dandanan ala Eropa tahun tujuhpuluhan kebawah. Inilah wajah baru Turki hasil transformasi Ataturk. Sebelumnya cara berpakainan orang-orng Turki tidak begitu. Aku membayangkannya sama dengan cara berpakaian orang-orang Timur Tengah atau Aladin dan Abu Nawas.
                Di dinding ujung gedung tergantung lukisan foto Mustafa Kemal atau Ataturk ukuran besar dengan sorot mata tajam dan senyum tipis yang menurutku aneh. Disebelahnya tergantung naskah-naskah perjanjian dan piagam dalam huruf Arab dan Perancis.
                Di ruang tunggu berdiri beberapa rak kayu panjang berdinding kaca. Isinya hampir semuanya berupa suvenir sapi perah aneka gaya, bentuk dan ukuran. Sejak awal aku penasaran dengan sapi-sapi ini hanya saja aku tak menemukan orang yang bisa kutanyai. Aku lalu menghubungkannya dengan kebiasaan makan atau minum yoghurt orang Turki serta produk-produk dari susu yang cukup melimpah. Barangkali karena itulah sapi perah menjadi maskot di fakultas ini. Ia telah memberi makan orang Turki.
                Ternyata sapi-sapi itu tidak hanya ada dalam rak. Tepat di depan pintu fakultas ada tanda bergambar sapi di dalam segitiga berwarna merah. Lebih heboh lagi yang didekat jalan, di dalam Taman depan gedung bertuliskan fakultas ilmu politik. Seekor sapi perah berbibir merah sedang duduk membaca buku dengan kaki bersilang. Empat puting susunya menyembul dibawah buku yang ia baca. Aku susah berhenti ngakak ketika Mehmet pertama kali menunjukkan keberadaan patung sapi genit ini. Sebegitu berterima kasihkah orang Turki pada sapi perah sehingga perlu menjadikannya maskot?
“Sapi menyimbolkan orang yang rajin belajar dan menjadi orang sukses karenanya,” begitu penjelasan  Mehmet. Jadi fakultas ini adalah tempat mencetak sapi-sapi perah alias orang-orang pintar dan sukses. Aku bilang ke Mehmet, kalau di Indonesia sapi perah konotasinya negatif karena artinya orang yang dimanfaatkan tenaga, pikiran maupun uangnya.  “Oh, disini juga bisa negatif,” lanjutnya. “Sapi ini bisa berarti orang yang tidak bersosialisasi.”
“Karena terlalu sibuk belajar, sehingga tidak ada waktu bersosialisasi?” Tebakku. Si Mehmet tertawa.  Aku lalu memintanya berpose di samping sapi pintar itu. Dan “klik” fotonya jadi. “Akan kutunjukkan pada teman-temanku, inilah salah satu contoh sapi Turki,” kataku. Si Mehmet tertawa.
                Di patung itulah kami baru saling berkenalan setelah berputar-putar menjelajahi fakultas sambil Ia menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan SBF. Mehmet, mahasiswa SBF yang sedang mengambil spesialis untuk jadi akuntan. Turkish asli kelahiran Ankara berusia sekitar duapuluhlimaan. Ia fasih berbahasa Jerman karena keluarganya pernah tiga tahun tinggal disana. Ayahnya diminta menjadi Imam bagi komunitas Muslim Turki yang tinggal di Jerman. Wajahnya mirip aktor telenovela.  Matanya dalam, dengan alis tebal dan bulu mata lentik serta pipi chubby. Ia dengan sukarela dan senang hati mau menjadi guide-ku keliling-keliling baik dikampus SBF maupun di Ankara. Agar bahasa Inggrisnya terpakai, katanya. Tentu saja aku senang karena mendapat teman baru.
                Aku mendapatkan malaikat Mehmet ini setelah melalui proses merasa tertipu lebih dulu. Ketika akhirnya aku berhasil menelpon Profesor pembimbingku, HP-ku tiba-tiba mati. Pulsanya habis karena terlalu lama menunggu telepon di transfer, padahal baru berbicara sebentar. Aku pun keluar kampus membeli pulsa seratus kontor (pulsa) dan kembali menelpon kantor Profesor itu. Pembicaraanku hanya sebentar namun sisa pulsaku tinggal 38 kontor. Pendek kata aku merasa tertipu karena berarti pulsa yang kuterima kemungkinan cuma 50 bukan 100. Untuk memastikan bahwa aku tertipu aku bertanya pada seseorang yang sedang mengamati foto di ruang tunggu. Setelah kupastikan bahwa Ia bisa bahasa Inggris lalu kuceritakan masalahku dan kuminta Ia untuk mengecek sisa kontur di HPku. Dia bilang sisa pulsaku memang tinggal 38 kontur. Spontan aku berteriak, “Hyaaa, Turki menipuku!”. Dia mencoba menjelaskan kalau aku tidak tertipu, karena memang begitulah aturan mainnya dan memaparkan tentang fasilitas yang kudapat dari simcardku. Tapi aku tidak paham dan tetap merasa telah tertipu lima puluh kontor. Dari sinilah kemudian percakapan berlangsung yang berbuntut dia mau mengantarku kemana-mana sambil menjelaskan banyak hal tentang Turki dan Eropa karena Ia juga belajar banyak tentang sejarah Eropa. Inilah rupanya jalan bertemu malaikat manis yang juga anak seorang Imam di Turki.
                Mehmet, menjadi malaikat Turki pertama yang memberiku informasi tentang kehidupan dan pandangan anak-anak muda Turki. Tadinya aku tidak berniat menyinggung-nyinggung soal agama karena aku merasa topik ini agak sensitif tapi Mehmet memberi peluang dengan menceritakan rencana umrohnya tahun depan. Haji kecil ini akan Ia lakukan sebagai latihan sebelum benar-benar haji yang akan Ia lakukan setelah usianya tigapuluhan keatas, sekaligus untuk mempelajari sistem menajemen haji dan keuangannya, karena inilah yang akan menjadi lahan pekerjaannya nanti.
“Agar orang Turki bisa pergi haji dengan nyaman dan tenang,” katanya. 
“Wow, rencana mulia dan cerdas,” kataku. Dikomentari begitu Mehmet terlihat sumringah. 
 “By the way, apa mashab yang dianut Turki?” Tanyaku.
“Hanafi,” jawab Mehmet.
“Itu artinya sholat lima kali sehari juga kan?” Tanyaku.
“Iya, tapi aku tidak melakukannya,” jawab Mehmet.
“Why?” tanyaku penasaran.
“Karena sholat hanya sebagian dari ratusan hukum-hukum Islam. Aku melakukan hukum-hukum Islam yang lain, misalnya puasa di bulan Ramadan, membayar Zakat, dan pergi haji” katanya.
“Oh, begitu ya?”
“Iya. Apakah kamu Muslim?”
“Hmmm … , sejauh ini kupikir masih Muslim?” kataku, sambil tertawa agar Ia tak berpikir aku akan menilai cara beragamanya yang mungkin akan dianggap  aneh bagi Muslim lain.  Bersamaku kamu bebas menjadi dirimu sendiri Mehmet, kataku tanpa kata. 

Kawasan Sapi Turki alias orang-orang pintar dan (calon) sukses

Berbagai pose si  Sapi Genit tapi pintar

Baca buku! Itulah mengapa di Turki, sapi pun ikut-ikutan
pintar

Mehmet, si Malaikat Manis Ankara

Mustafa Kemal atau Ataturk, pendiri Republik Turki

Salah satu pahlawan kemerdekaan Turki

Penampilan pria dan wanita Turki modern hasil transformasi Ataturk

Turki jadul alias tradisional sebelum transformasi. Ada di museum etnografi.




No comments: