Di Turki,
jangan sepelekan titik!
Seperti
biasa, mobil-mobil dan bis-bis besar memenuhi dua jalur jalan besar didepan SBF
(Siyasal Bilgiler Fakültesi) atau
fakultas ilmu politik, universitas Ankara .
Sedangkan orang-orang Turki berlalu lalang di trotoar depan kampus dengan jaket
tebal yang kebanyakan berwarna gelap.
Aku merasa terlihat mencolok dengan jaket berwarna merah terang dengan
pinggiran putih ala Santa Clause. Untunya ini bulan Desember, musim Santa
Clause. Aku lalu berjalan menuju internet Café yang tidak jauh dari kampus SBF. Tujuannya satu,
memecahkan teka-teki email. Semalaman aku berpikir tentang email yang tak bisa
dibuka. Dan, Eureka! Aku telah menemukan jawabannya yang akan kubuktikan pagi
ini.
Benar
saja, di Turki ternyata tidak boleh menyepelekan titik. Di Turki titik menjadi
super penting. Kalau kita lupa pada titik bisa fatal akibatnya, bisa terisolasi
dari dunia bahkan untuk selamanya jika tidak juga sadar betapa pentingnya
sebuah titik. Inilah jawaban teka-teki email yang tak bisa dibuka. Aku terkecoh
oleh titik. Semua password-ku rupanya
mengandung huruf i bertitik. Di Turki ada dua jenis i, bertitik dan tidak
bertitik. i bertitik diucapkan seperti i biasa sedangkan ı tanpa titik
diucapkan seperti ‘eu’ Perancis atau Sunda. Celakanya, keyboard Turki berbeda
dari keyboard biasa, lebih complicated
karena disesuaikan dengan alfabet Turki. Masalahnya adalah letak huruf i
bertitik ditempati oleh i tak bertitik sehingga orang yang terbiasa dengan
keyboard standar dan tak paham alphabet Turki akan sering keliru mengetik i
bertitik dengan i tak bertitik. Hari keempat problem internet ketemu solusinya.
Ahh..leganya.
Dari
internet café aku menuju ke SBF mencari Profesor pembimbingku. Hari ini
kampus SBF agak berbeda. Di dinding
depan fakultas terpampang lukisan kain sangat besar seorang laki-laki, yang tak
lain adalah Mustafa Kemal, bapak pendiri Turki modern yang lazim dikenal
sebagai Ataturk atau Bapak Turki. Ia diapit oleh dua bendera yang sama besar,
satu bendera Turki yang merah menyala dengan bintang dan bulan sabit putihnya
dan satunya lagi bendera fakultas yang berwarna biru dengan lambang SBF.
Kemarin tiga benda itu belum terpasang. Rupanya esok hari adalah hari ulang
tahun fakultas yang merupakan garda depan pencetak politikus-politikus handal
Turki. Maka tidak heran kalau kemudian fakultas ini menjadi favorit di Turki. Banyak
pemimpin partai, pejabat penting Turki, dan orang sukses lainnya adalah lulusan
dari fakultas ini. Itu artinya lulusan dari fakultas ini sudah mengantongi
tiket sukses. Tadinya fakultas ini ada di Istanbul
tapi sejak Ankara
menjadi Ibukota Turki, Ataturk memindahkannya ke Ankara . Begitu penjelasan Mehmet, malaikat
keenam berpipi chubby yang kutemukan
di SBF.
Aku
lalu naik ke lantai dua melewati kantor Profesorku. Aku tidak mengetuk kantornya
karena aku diminta menelpon Profesor ini setelah jam tigaan sehingga aku
memilih mengamati foto jadul yang berderet disepanjang dinding. Pokoknya tak
ada dinding yang menganggur. Semua berisi foto-foto hitam putih dengan dandanan
ala Eropa tahun tujuhpuluhan kebawah. Inilah wajah baru Turki hasil
transformasi Ataturk. Sebelumnya cara berpakainan orang-orng Turki tidak
begitu. Aku membayangkannya sama dengan cara berpakaian orang-orang Timur
Tengah atau Aladin dan Abu Nawas.
Di
dinding ujung gedung tergantung lukisan foto Mustafa Kemal atau Ataturk ukuran
besar dengan sorot mata tajam dan senyum tipis yang menurutku aneh.
Disebelahnya tergantung naskah-naskah perjanjian dan piagam dalam huruf Arab
dan Perancis.
Di
ruang tunggu berdiri beberapa rak kayu panjang berdinding kaca. Isinya hampir
semuanya berupa suvenir sapi perah aneka gaya ,
bentuk dan ukuran. Sejak awal aku penasaran dengan sapi-sapi ini hanya saja aku
tak menemukan orang yang bisa kutanyai. Aku lalu menghubungkannya dengan
kebiasaan makan atau minum yoghurt
orang Turki serta produk-produk dari susu yang cukup melimpah. Barangkali
karena itulah sapi perah menjadi maskot di fakultas ini. Ia telah memberi makan
orang Turki.
Ternyata
sapi-sapi itu tidak hanya ada dalam rak. Tepat di depan pintu fakultas ada
tanda bergambar sapi di dalam segitiga berwarna merah. Lebih heboh lagi yang
didekat jalan, di dalam Taman depan gedung bertuliskan fakultas ilmu politik.
Seekor sapi perah berbibir merah sedang duduk membaca buku dengan kaki
bersilang. Empat puting susunya menyembul dibawah buku yang ia baca. Aku susah
berhenti ngakak ketika Mehmet pertama
kali menunjukkan keberadaan patung sapi genit ini. Sebegitu berterima kasihkah
orang Turki pada sapi perah sehingga perlu menjadikannya maskot?
“Sapi menyimbolkan orang yang
rajin belajar dan menjadi orang sukses karenanya,” begitu penjelasan Mehmet. Jadi fakultas ini adalah tempat
mencetak sapi-sapi perah alias orang-orang pintar dan sukses. Aku bilang ke
Mehmet, kalau di Indonesia
sapi perah konotasinya negatif karena artinya orang yang dimanfaatkan tenaga,
pikiran maupun uangnya. “Oh, disini juga
bisa negatif,” lanjutnya. “Sapi ini bisa berarti orang yang tidak
bersosialisasi.”
“Karena terlalu sibuk belajar,
sehingga tidak ada waktu bersosialisasi?” Tebakku. Si Mehmet tertawa. Aku lalu memintanya berpose di samping sapi
pintar itu. Dan “klik” fotonya jadi. “Akan kutunjukkan pada teman-temanku,
inilah salah satu contoh sapi Turki,” kataku. Si Mehmet tertawa.
Di
patung itulah kami baru saling berkenalan setelah berputar-putar menjelajahi
fakultas sambil Ia menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan SBF. Mehmet,
mahasiswa SBF yang sedang mengambil spesialis untuk jadi akuntan. Turkish asli kelahiran Ankara berusia sekitar duapuluhlimaan. Ia
fasih berbahasa Jerman karena keluarganya pernah tiga tahun tinggal disana.
Ayahnya diminta menjadi Imam bagi komunitas Muslim Turki yang tinggal di
Jerman. Wajahnya mirip aktor telenovela.
Matanya dalam, dengan alis tebal dan bulu mata lentik serta pipi chubby. Ia dengan sukarela dan senang
hati mau menjadi guide-ku
keliling-keliling baik dikampus SBF maupun di Ankara. Agar bahasa Inggrisnya
terpakai, katanya. Tentu saja aku senang karena mendapat teman baru.
Aku
mendapatkan malaikat Mehmet ini setelah melalui proses merasa tertipu lebih
dulu. Ketika akhirnya aku berhasil menelpon Profesor pembimbingku, HP-ku
tiba-tiba mati. Pulsanya habis karena terlalu lama menunggu telepon di
transfer, padahal baru berbicara sebentar. Aku pun keluar kampus membeli pulsa
seratus kontor (pulsa) dan kembali menelpon kantor Profesor itu. Pembicaraanku
hanya sebentar namun sisa pulsaku tinggal 38 kontor. Pendek kata aku merasa
tertipu karena berarti pulsa yang kuterima kemungkinan cuma 50 bukan 100. Untuk
memastikan bahwa aku tertipu aku bertanya pada seseorang yang sedang mengamati
foto di ruang tunggu. Setelah kupastikan bahwa Ia bisa bahasa Inggris lalu
kuceritakan masalahku dan kuminta Ia untuk mengecek sisa kontur di HPku. Dia
bilang sisa pulsaku memang tinggal 38 kontur. Spontan aku berteriak, “Hyaaa, Turki
menipuku!”. Dia mencoba menjelaskan kalau aku tidak tertipu, karena memang begitulah
aturan mainnya dan memaparkan tentang fasilitas yang kudapat dari simcardku. Tapi aku tidak paham dan
tetap merasa telah tertipu lima
puluh kontor. Dari sinilah kemudian percakapan berlangsung yang berbuntut dia
mau mengantarku kemana-mana sambil menjelaskan banyak hal tentang Turki dan
Eropa karena Ia juga belajar banyak tentang sejarah Eropa. Inilah rupanya jalan
bertemu malaikat manis yang juga anak seorang Imam di Turki.
Mehmet,
menjadi malaikat Turki pertama yang memberiku informasi tentang kehidupan dan
pandangan anak-anak muda Turki. Tadinya aku tidak berniat menyinggung-nyinggung
soal agama karena aku merasa topik ini agak sensitif tapi Mehmet memberi
peluang dengan menceritakan rencana umrohnya tahun depan. Haji kecil ini akan Ia
lakukan sebagai latihan sebelum benar-benar haji yang akan Ia lakukan setelah
usianya tigapuluhan keatas, sekaligus untuk mempelajari sistem menajemen haji
dan keuangannya, karena inilah yang akan menjadi lahan pekerjaannya nanti.
“Agar orang Turki bisa pergi haji
dengan nyaman dan tenang,” katanya.
“Wow, rencana mulia dan cerdas,”
kataku. Dikomentari begitu Mehmet terlihat sumringah.
“By the way, apa mashab yang dianut Turki?”
Tanyaku.
“Hanafi,” jawab Mehmet.
“Itu artinya sholat lima kali sehari juga kan ?” Tanyaku.
“Iya, tapi aku tidak
melakukannya,” jawab Mehmet.
“Why?” tanyaku penasaran.
“Karena sholat hanya sebagian dari
ratusan hukum-hukum Islam. Aku melakukan hukum-hukum Islam yang lain, misalnya
puasa di bulan Ramadan, membayar Zakat, dan pergi haji” katanya.
“Oh, begitu ya?”
“Iya. Apakah kamu Muslim?”
“Hmmm … , sejauh ini kupikir masih
Muslim?” kataku, sambil tertawa agar Ia tak berpikir aku akan menilai cara
beragamanya yang mungkin akan dianggap aneh
bagi Muslim lain. Bersamaku kamu bebas
menjadi dirimu sendiri Mehmet, kataku tanpa kata.
Kawasan Sapi Turki alias orang-orang pintar dan (calon) sukses |
Berbagai pose si Sapi Genit tapi pintar |
Baca buku! Itulah mengapa di Turki, sapi pun ikut-ikutan pintar |
Mehmet, si Malaikat Manis Ankara |
Mustafa Kemal atau Ataturk, pendiri Republik Turki |
Salah satu pahlawan kemerdekaan Turki |
Penampilan pria dan wanita Turki modern hasil transformasi Ataturk |
Turki jadul alias tradisional sebelum transformasi. Ada di museum etnografi. |
No comments:
Post a Comment