Disebuah Kastil diatas bukit |
Mehdi
menjadi malaikat ketujuh yang menemani aku dan Mas Nasir mengeksplorasi Ankara . Hari itu Ia
membawa kami ke Kurtulus park dan Masjid Kocatepe yang merupakan Masjid
terbesar kedua di Turki atau terbesar di Ankara, lalu berkeliling-keliling di
mall yang terletak dilantai dasar Masjid, dan terakhir ke Anitkabir, makam dan
museum Mustafa Kemal atau Ataturk. Dari makam inilah berbagai pertanyaan yang
menubruk pikiranku sejak menginjakkan kakmi di Turki mulai sedikit mendapatkan
jawaban. Setidaknya dari makam mewah inilah tingginya nasionalisme dan pemujaan
terhadap Ataturk bisa dipahami. Baik pemujaan dalam artian adoration ataupun occultism
karena di Turki Ataturk tidak sekedar pahlawan pembaharu tapi juga manusia
setengah dewa bagi kaum sekuler Turki, begitu keterangan salah seorang yang aku
ajak bicara, yang entah ia lebih condong ke kubu mana.
Di dalam angkot |
Pertama
kali aku merasakan tingginya nasionalisme orang Turki adalah lewat bendera.
Dimana-mana sejak menginjakkan kaki di daratan Turki aku menemukan banyak
sekali bendera merah dengan gambar bintang dan bulan sabit putih ditengahnya
berkibar dengan gagah, terutama ditempat-tempat tinggi dan tempat-tempat yang
menjadi titik pandang. Bendera-bendera itu bertebaran dimana-mana walaupun
bukan hari kemerdekaan. Di Indonesia pemandangan seperti itu hanya ditemui
dibulan Agustus khususnya menjelang hari kemerdekaan sedangkan di Turki bisa
setiap hari.
Di depan mesjid Hagia Sophia |
Anitkabir
Karena
takut keburu tutup kami tak punya banyak waktu untuk berfoto-foto, lagi pula
hari mulai agak gelap sehingga tak cukup cahaya untuk menghasilkan gambar
bagus. Maka kami terus saja berjalan. Di pintu gerbang kedua ada dua bangunan
yang masing-masing punya tiga patung di depannya. Mehdi membawaku masuk ke yang
sebelah kiri, dibelakang tiga patung laki-laki berwajah serius dengan dandanan
yang berbeda. Satu berdandan modern dengan jas, celana panjang dan tangan kiri
mengapit buku. Disebelahnya patung laki-laki berbadan lebih besar dengan jas
panjang dan helm tentara. Sedangkan dibelakangnya kedua patung itu berdiri patung
laki-laki dengan jubah terbuka. Ketiga patung ini merepresentasikan kesatuan
antara intellektual, tentara dan petani Turki. Inilah barangkali yang dianggap
elemen penting bagi Republik Turki. Intellektual dan tentara berdiri sejajar
sedangkan petani berada dibelakangnya yang menunjukkan perannya masing-masing. Didalam bangunan itu ada sebuah
kotak kaca yang berisi batu dan marmer beserta nama-nama tempat asalnya. Mehdi
menerangkan bahwa batu dan marmer yang digunakan untuk membuat monumen Ataturk
ini diambil dari semua tempat di Turki yang melambangkan kesatuan dan dukungan
seluruh Rakyat Turki pada Ataturk.
Dari
gerbang ke dua kami masih harus berjalan sekitar tigaratus meter lagi untuk
menuju persemayaman dan museum Ataturk. Sepanjang jalan menuju makam beberapa
patung singa duduk perkasa di kanan dan kiri jalan. Singa duduk ini
menyimbolkan kedamaian dan keperkasaan bangsa Anatolia, nenek moyang orang
Turki.
Tiba
didepan pintu bangunan makam Ataturk kami tidak langsung masuk karena menunggu
dua tentara bersenjata berjalan didepan kami. Dengan Senjata laras panjang
mereka berjalan dengan kaki menghentak tinggi menuju alas kotak besi tempatnya
berdiri mematung menjaga pintu masuk museleum. Setelah petugas lain
mempersilakan barulah kami menyeruak masuk. Bangunannya begitu megah, terbuat
dari marmer dengan atap berlapis emas. Didepan peraduan marmer Ataturk ada
rangkaian bunga merah putih berbentuk lingakaran dengan tulisan “US
Delegation”. Mungkin delegasi Amerika baru saja berkunjung ke makam ini. Karena
setiap tamu negara wajib datang ke makam Ataturk ini dan memberikan ucapan
penghormatan pada Ataturk. Jadi walaupun Ataturk sudah pulang tetapi Ia masih
memerintah Turki.
Di
Ankara gambar atau patung Ataturk bisa di temui dimana-mana. Sampai-sampai ada
dagelan, “Jika Tuhan ada dimana-mana, maka di Turki khususnya Ankara, Ataturk
ada dimana-mana.” Mungkin karena inilah Ia dianggap seperti Tuhan, karena
sama-sama omnipresent, alias ada
dimana-mana. Jika melihat mata uang Turki, maka gambar semua pecahan uang
kertas dan receh Turki adalah gambar Ataturk (kala itu 2008). Tidak ada gambar lain semacam
pahlawan Pattimura atau Tjut Nyak Dien kalau di Indonesia.
Kami
lalu keluar museleum menuju museum. Di museum inilah semua hal yang berkaitan
dengan Ataturk diperlihatkan mulai dari pedang, pisau, cendera mata dari
berbagai kepala negara, pakaian, buku, serta peran-peran kepahlawanan Ataturk
diberbagai medan
perang.
Dari
museum ini aku mulai bisa memahami sedikit inti kesadaran sebagian orang-orang
Turki. Dan dari museum ini pulalah aku
mulai mengerti tingginya nasionalisme
orang Turki dan keenganannya untuk berbahasa Inggris dan bahasa Asing lain.
Siapapun yang masuk museum ini setidaknya akan merasakan terserap oleh
nasionalisme dan patriotisme Ataturk. Ia
dianggap sebagai penyulut rasa kebangsaan orang-orang Turki sehingga mampu
melawan musuh-musuh Eropanya. Akupun mulai tertarik pada Ataturk, untuk
menyelami jiwa dan pikirannya. Tapi sayang, kebanyakan buku yang dijual tentang
Ataturk berbahasa Turki. Kalaupun ada yang berbahasa Inggris, itupun sangat
mahal untuk kubeli saat itu.
Museum
ini pulalah menurutku yang menjadi salah satu yang melanggengkan pemujaan
terhadap Ataturk, dan juga memelihara nasionalisme generasi muda Turki. Dalam
sejarahnya, bangsa Turki pada masa Kesultanan Usmani atau Ottoman adalah bangsa
penakluk yang perkasa. Wilayah taklukannya jauh hingga Eropa, Asia Barat dan
sebagian Afrika. Namun kemudian mengalami kemunduran dan wilayahnya semakin
menyempit. Ataturk berupaya mengembalikan kejayaan itu dengan cara yang
berbeda. Menurutnya musuh-musuh Eropa yang bersenjatakan alat modern itu harus
dilawan dengan peralatan perang yang modern pula. Sehingga Ia
pun melengkapi pasukan perangnya dengan peralatan modern. Modernisasi
yang dilakukan Ataturk tidak hanya pada perlengkapan militernya tetapi juga
disegala bidang. Mulai dari sistem
sistem pemerintahan dan perangkat hukumnya, sistem pendidikan, cara berpakaian,
bahasa dan alfabet Turki.
Sistem
pemerintahan tradisional yang berbentuk kesultanan diubah menjadi republik.
Perangkat hukum yang tadinya berdasarkan pada syariat Islam diubah ke sistem
pemerintahan modern yang mengacu pada sistem hukum di negara-negara Eropa.
Begitu pula dengan sistem pendidikan. Sekolah-sekolah traditional yang tadinya berbentuk
madrasah diubah menjadi sekolah modern. Ordo-ordo Sufi atau tarekat-tarekat pun
juga banyak yang ditutup. Termasuk ordo Sufi Maulawi, tarekat yang berdasarkan ajaran Maulana
Jalaluddin Rumi. Ordo Sufi ini pun pindah ke Aleppo , Syria .
Cara
berpakaian pun dirubah total. Perempuan Turki yang umumnya memakai kerudung
diubah menjadi berpakaian ala Eropa. Begitu pula para lelakinya. Kita tidak
akan menemukan laki-laki dengan kumis panjang serta kopiah merah dengan jambul
di atasnya. Karena mereka telah berubah, dari cara berpakaian ala Abu Nawas ke
Jas modern ala James Bond. Maka menjadi agak sulit mencari sesuatu yang khas di
Turki kecuali mata setan dan whirling
dervish.
Bahasa
termasuk yang juga diubah oleh Ataturk. Tadinya bahasa Turki lebih banyak
berasal dari bahasa Arab dan Persia
dengan alfabet Arab. Maka tidak heran kalau karya-karya Maulana Rumi berbahasa
Arab dan Persia .
Karena tidak mau mengidentifikasi pada dua bangsa ini maka Ataturk pun menggali
bahasa yang memang berasal dari Turki sendiri, seperti yang digunakan sekarang
ini. Alfabet Arab pun diubah menjadi huruf latin penuh pernak-pernik.
Untuk
urusan penggantian alfabet ini, Ataturk hanya menyiapkannya dalam beberapa
bulan saja. Ia sendirilah yang turun tangan mengajarkannya pada penduduk Turki.
Angka melek huruf pun meningkat tajam. Terlepas dari apapun penilaian orang
terhadap Ataturk, aku melihat ia seorang yang jenius.
Yang
menarik juga di Anitkabir adalah tidak perlu bayar untuk masuk. Tempat ini
merupakan tempat yang mungkin paling indah di Ankara sehingga orang-orang Turki akan dengan
senang hati masuk kesini dan tanpa sadar membawa pulang kekaguman terhadap
Ataturk dan kecintaan pada Turki. Karena letaknya diatas bukit maka kita bisa
melihat pemandangan kota
Ankara
disekelilingnya. Lumayan asik untuk mengurangi stres.
Di
bagian ujung rute terdapat data pemimpin-pemimpin Negara yang berkunjung ke
makam Ataturk beserta pesan-pesan mereka untuk Ataturk. Semua computerized, tinggal menuliskan Negara
mana yang ingin kita lihat, siapa yang datang dan apa pesannya. Aku dan Mas
Nasir mengetik Indonesia dalam ejaan Turki. Hasilnya nol. Karena kami mengira
salah eja kami mengulangi lagi. Hasilnya tetap nol. Kami mencoba lagi dengan
ejaan Indonesia biasa. Hasilnya tetap nol. Kami berkesimpulan tidak ada
pemimpin dari Indonesia yang berkunjung ke Anitkabir ini dan meninggalkan pesan
untuk Ataturk.[1]
Penjaga yang menemani kami agak terlihat kecewa. Kami jadi merasa tidak enak
karena tidak ada pemimpin kami yang datang ke sini. Padahal sewaktu mereka tahu
kalau kami dari Indonesia, mereka terlihat senang. Lalu gantian Mehdi yang
dengan semangat menuliskan “Irak” dan muncullah beberapa nama yang kemudian di
klik pesannya dan dibacanya dengan bangga didepan kami dalam bahasa Arab yang
super ‘fasyeh’. Ketika membaca pesan pemimpin-pemimpin negara lain tanpa
sengaja kami melihat Israel, spontan Mehdi langsung mengklik. “Aku benci sekali
Israel, tapi aku ingin tahu apa komentar mereka,” katanya. Kurasa aku bisa
memahami kebenciannya.
[1] Belakangan
setelah berkunjung ke Anitkabir untuk ketiga kalinya dan iseng mengetik
Endonezya ternyata Pak Duta besar meninggalkan pesan untuk Ataturk. Rupanya
kami salah ketik sehingga pesan dari pemimpin Indonesia tidak muncul. Sori, Pak
Embassador.
Menuju Anitkabir |
Bangunan makam Ataturk |
Tentara penjaga makam Ataturk |
Di musim dingin, tentara ini ada di peti kaca biar hangat |
Tentara manis |
Ada yang ngintip |
Malaikat pertama dan ketujuh, dari Indonesia dan Irak, Nasir dan Mehdi (kiri). |
No comments:
Post a Comment