“Hu
konon adalah kata yang terlontar pertama kali di jagad raya”
-The Last Barrier-
Setelah
membaca majalah wanita yang menurunkan laporan wisata di Turkey , aku
baru tahu kalau gambar sampul novel Ayu Utami yang berjudul “Bilangan Fu”
namanya evil eyes atau mata setan. Sebuah mata dengan kornea biru dengan iris hitam. Tentu
kejadiannya ketika masih di Indonesia, karena di Turkey tak ada apapun yang
berbahasa Indonsia kecuali warning
dari pembuat virus brontox yang kami
temui di semua monitar komputer di salah satu toko komputer di daerah Kızılay. Mas
Nasir yang tahu pertama kali tentang tulisan ini senangnya bukan kepalang,
seperti mendapat rejeki nomplok. “Lihat...lihat, ada bahasa Indonesia ,”
katanya bahagia, walaupun bahasa Indonesia yang terpampang disitu sangat tidak indah.
Di salah satu novelnya yang berjudul, ‘Bilangan Fu’, Ayu Utami menampilkan gambar gantungan asesoris
evil eyes di cover bukunya. Sebelum mememukan majalah wanita itu aku tidak tahu
kalau evil eyes menjadi salah satu ciri suvenir Turki. Begitu pula sebelum ke Konya dan menonton DVD whirling dervish-nya Rumi yang kubeli, aku
tidak tahu hubungan antara evil eyes dan bilangan fu. Tapi sekarang agak
nyambung. Setidaknya mungkin aku tahu mengapa Ayu Utami memasang evil eyes di
sampul novelnya. Ternyata ada kaitan antara bilangan fu dan Rumi.

Aku
kemudian beralih ke toko lain untuk membeli kartu pos. Dua laki-laki muda
penjual kartu pos sedang bermain catur sambil makan kacang-kacangan. Ketika aku
datang dan memilih-milih kartu pos aku disodori kacang yang ia makan. Aku
mengambil dan mengunyahnya. tawar, dingin, dan tidak enak, tapi harus kutelan,
dan tak lupa bilang “tesekkur ederim,”
thank you. Melalui Yan aku bertanya
lagi tentang evil eyes. Menurut mereka, evil eyes adalah ciri mata keturunan
bangsa Seljuk, dan mereka bangga sekali dengan warna mata yang warna-warni itu.
Oke, keterangannya lebih banyak, tapi aku masih belum puas. Ketika
berjalan-jalan di Kurtulus Park dan minum teh dengan Adam, brondong Syria yang
rajin SMS dan menelponku, lagi-lagi kutemukan evil eyes di nampan gelas.
Hwalah, evil eyes is everywhere in Turkey..
o0o
Di Ankara, setelah
pulang dari belanja buku, Aku dan Mas Nasir sama-sama ke toilet di stasiun
metro. Hari itu begitu dingin. Beberapa hari ini semua air yang ada dipermukaan
tanah membeku termasuk comberan-comberan depan kampus, semua membentuk kristal
saking dinginnya. Keluar dari toilet ada suara teguran dari belakang, “Hi, where are you from?” Aku menoleh, “Indonesia ,”
Kataku, sambil berbalik dan mendekati tiga orang young-men yang salah satunya menegurku. Ia kemudian berkomentar, “Beautiful country.”
“oh ya, tentu, kamu kok tahu? Tanyaku balik. Dibilang Indonesia is a beutiful country jelas telingaku tegak , “Well,
some people here know about that," jawabnya. Setelah itu kami saling berkenalan. Tiga
young-men itu bernama Emrah, Nuh dan
Yos. Dari ketiga orang ini hanya Emrah yang bahasa Inggrisnya lumayan bagus.
Dialah rupanya yang menegurku tadi. Emrah mahasiswa Teknik di universitas
Yozgat, kota lain tidak jauh dari Ankara, Nuh kuliah di Istanbul, sedangkan Yos
bekerja di Van, daerah lain di Turki yang berbatasan langsung dengan Iran.
“Wah, kamu bisa bahasa Persia dong,” komentarku. Si Yos nyengir, “enggak, tuh”.
Ketiga orang ini matanya warna-warni. Yos bermata kehijauan. Emrah bermata
kecoklatan sedangkan Nuh kebiru-biruan.
Setelah
kupastikan mereka benar-benar Turkish
kukatakan pada mereka kalau aku butuh ngobrol banyak dengan Turkish. “Banyak hal yang ingin aku
tanyakan tentang Turki pada orang Turki langsung.”
“Oke, aku akan menjawabnya walaupun
mungkin tidak semuanya bisa aku jawab,” kata Emrah. Mas Nasir kemudian meminta
email dan nomer HP mereka terutama Emrah, dan mencatat dibuku agenda yang kemarin
Ia beli. Untung Mas Nasir membeli buku agenda yang ada peta Turkinya sehingga
ketika tiga orang kenalan baru ini menyebut nama asalnya kita bisa langsung cek
di peta, dibagian Turki mana mereka berada.
“Oke, Emrah” kataku kemudian, “Satu
hal yang sekarang ini membuatku penasaran adalah evil eyes. Apa cerita dibalik evil
eyes ini?” Emrah yang gondrong, berambut agak keemasan tampak bingung. Aku
berusaha menjelaskan tentang benda satu ini yang bertebaran dimana-mana di
Turki terutama menjadi ciri souvenir Turki. Kemudian Ia berdiskusi dengan dua
orang temannya dan memastikan bahwa yang kumaksud adalah nazar bunjuğu. “Apa? Kalian menyebutnya apa di
Turki?”
“Nazar
bunjuğu” katanya. Ia
lalu berusaha menunjukkan pada kami benda yang dia maksud dengan memasuki salah
satu toko yang dikira menjualnya, tapi ternyata tidak. “Oke, nazar bunjuğu”. Ia kuminta menuliskannya. Nazar bunjuğu, dengan g bercaping terbalik, yang di
Turki dibaca g tak berbunyi seperti kata ghaib dalam bahasa Arab. Tapi rupanya
Emrah dan dua orang temannya tak tahu kisah tentang nazar bunjuğu ini. Evil eyes adalah nazar bunjuğu dalam bahasa
Turki.
Setelah
mengatakan goodbye dengan ketiga pemuda Turki ramah itu lalu kami berjalan keluar stasiun dan duduk di salah satu
kursi taman pertokoan di Kızılay mencari wireless
untuk men-google si mata setan alias nazar
bunjuğu. Keterangan
yang kudapat mejelaskan bahwa mata setan atau nazar bunjuğu dipercaya mempunyai kekuatan yang
dapat melindungi si pemakainya dari kekuatan jahat evil eyes, atau orang yang berniat jahat.
Ketika
berkunjung ke keduataan Indonesia di Turki, salah seorang staff kedutaan yang bersuamikan orang
Turki menjelaskan bahwa orang-orang Turki masih percaya kalau Nazar bunjuğu mampu menangkal niat jahat
orang-orang bermata setan. Di Turki baheula
alias Turki jadul percaya bahwa orang bermata biru dengan iris hitam kalau
mempunyai niat jahat akan langsung terlaksana, karena mata seperti itu
mempunyai kekuatan yang dahsyat sehingga disebut evil eyes. Mungkin mirip-mirip folklore si Pahit Lidah dari
Sumatera Selatan yang ucapannya mampu mengubah orang menjadi batu. Di Turki,
untuk menangkal kekuatan evil eyes
ini mereka memasang evil eyes juga.
Jadi kekuatan mata setan dilawan dengan mata setan juga, sebagai pemantul.
Lalu apa kaitan antara mata setan dengan Ayu
Utami dan Rumi? Pertama, tafsirkanlah sendiri sampul novel “Bilangan Fu” Ayu
Utami. Di Novel itu Ayu bercerita sedikit tentang bunda semesta yang dilambangkan dengan garba atau yoni atau vagina. Jadi kalau dilihat ulang sampul novel itu bergambar vagina yang dilindungi mata setan. Ya, garba atau vagina memang perlu diberi mata setan atau evil eyes agar terlindung dari maksud-maksud usil manusia
pemilik tongkat ajaib berisi ubur-ubur renik, hahaha....!
Kedua, dalam novel ‘bilangan fu’
Ayu utamanya berkisah tentang misteri angka ke tiga belas yang ia sebut
bilangan fu. Fu adalah bilangan yang
menurutnya sudah melampaui sifat-sifat material alias spiritual. Fu di Jawa disebut “Hu” begitu ia
bertutur dalam novel itu.
Maka jika Hu ini aku temukan di Jawa dan Turki itu bisa dimengerti. Karena Islam di keduanya sama-sama berakar kuat pada Sufisme atau tasawuf.
No comments:
Post a Comment