Tubuh adalah Maria; masing-masing kita mempunyai Jesus didalamnya.
Jika
kepedihan muncul dalam diri kita maka Jesus Kristus akan terlahir.
Jika tidak Jesus akan kembali ke asalnya, membawa serta jalan rahasia
sebagaimana rahasia kedatangannya.
Kita,
oleh karenanya, akan kehilangan hikmah-hikmahnya.
-Rumi, Fihi Ma Fihi-
o0o
Sejak kemarin Ayla dan aku sudah
meniatkan untuk berangkat lebih pagi agar bisa mengunjungi Hagia Sophia, Istana
Topkapi dan Grand Bazaar. Yildiz sudah berangkat kerja ketika kami bangun.
Setelah minum teh panas dan beberapa biskuit kami bergegas keluar apartemen.
“Aku harus memastikan kalau pintu ini benar-benar terkunci karena ini rumah
malaikatku. You know, Ayla, Yildiz
adalah malaikatku,” kataku sambil berusaha mengunci rumah Yildiz rapat-rapat.
“Ya, Yildiz malaikatku juga. Ia malaikat kita berdua,” jawab Ayla.
“Hey, kamu juga malaikatku, Ayla,
kalau tidak ada kamu aku tidak punya teman mengekplorasi Istanbul.”
“Ya, kamu juga malaikatku,” jawab
Ayla. Lalu kami saling berpelukan.
“Ya, kupikir malaikat bersama kita
hari ini,” balas Ayla.
Hari
itu begitu cerah. Tidak banyak awan sehingga langit tampak biru menawan dan
matahari bersinar tanpa hambatan. Aku dan Ayla merasa bahwa Tuhan merestui
petualangan kami, karena cuaca hari itu benar-benar berbeda dengan kemarin yang
hujan dan bersalju, sehingga kami merasakan suasana Istanbul yang benar-benar
berbeda. “Sekarang kan hari Natal. Barangkali kecerahan hari ini adalah hadiah
Natal buat umat Kristen,” candaku. “Bisa jadi,” jawab Ayla. Lalu kami berjalan menyusuri jalan kecil di
Taman dan berfoto dengan latar belakang Hagia Sophia maupun Blue Mosque. Dari
taman itu kami bisa memotret Hagia Sophia dan Blue Mosque hanya dengan
membalikkan badan, karena keduanya berhadapan. Aku bisa memotret Hagia Sophia
dengan jelas tapi tidak Blue Mosque, karena matahari ada di arahnya, sehingga hanya tampak siluetnya.
Ketika
tiba di depan pintu masuk Hagia Sophia terlihat antrian pengunjung begitu
panjang. Aku dan Ayla memilih untuk melihat-lihat yang lain sambil menunggu
antrian itu memendek. Hari itu banyak orang Yunani yang datang. Ayla mengenali
dari bahasanya. Yunani dan Turki tidak jauh sehingga mereka mudah berlibur ke
tempat ini selain memang mereka punya ikatan kuat dengan Hagia Sophia yang kini
dimiliki Turki.
Setelah
membayar 20 Lira yang ternyata hanya untuk Hagia Sophia tidak termasuk Topkapi,
kami lalu masuk mengikuti arus turis yang lain. Kami sempat bergabung dengan
salah satu rombongan turis untuk ikut mendengarkan penjelasan guidenya tapi
ternyata bahasanya tidak kami mengerti sehingga kami memilih untuk menjelajah
tanpa perlu guide. Hagia Sophia begitu besar dan megah, berwarna tanah dan batu
serta kesan tuanya sangat terlihat. Berbeda dengan Blue Mosque yang terlihat
indah dan terawat, Hagia Sophia terkesan kusam dengan arabesque yang tak utuh disana-sini, namun sisa-sisa keindahannya
masih terlihat. Seperti nenek tua yang cantik dimasa mudanya. Walaupun banyak
kerut-kerut diwajahnya tetapi garis-garis kecantikan dimasa lalunya masih
terlihat. Kaligarafi tulisan Allah, Muhammad, nama-nama sahabat Nabi dalam
lingkaran besar, serta kaligrafi lain masih terlihat utuh di atas mihrab dan
sekeliling ruang utama mesjid.
Di
dalam banyak sekali pengunjung. Aku memotret semua bagian agar bisa mengingat
detailnya jika pulang nanti. Ketika kami sampai di mihrab ada sebuah spot yang
menarik perhatian pengunjung. Seekor kucing besar sedang tidur pulas tepat
didepan lampu sorot yang menyinari mihrab. Ia tidak peduli dengan keramaian dan
flash camera para turis yang bergantian memotretnya. Ia tetap tidur bermandi
kehangatan matahari listrik dengan wajah imut penuh kedamaian yang membuat iri
banyak orang yang kedinginan.
Maria
Di depan mihrab aku mendongakkan kepala. Tepat diatas mihrab terpampang lukisan Bunda Maria dan bayi Jesus di pangkuannya. Bagiku inilah bagian paling menyentuh dan mengharukan dari Hagia Sophia. Sedangkan bagi umat Kristen yang masih mentah bagian ini bisa jadi paling menyakitkan. Karena bagian ini mengingatkan mereka pada sejarah menyedihkan Hagia Sophia yang selama seribu tahun menjadi tempat suci mereka, sebelum akhirnya berubah menjadi mesjid setelah Sultan Mehmet II menaklukkan Constantinople yang kemudian bernama Istanbul.
Keberadaan kaligrafi Allah, Muhammad dan gambar Maria secara bersama-sama bagiku mempunyai makna tersendiri. Aku mempunyai ikatan emosional dengan ketiganya. Maria seolah mewakili keberadaan kaumku yang seringkali ternafikan. Lukisan Maria berada ditengah-tengah antara kaligrafi Allah dan Muhammad yang dibawahnya adalah tempat imam memimpin sholat. Berarti selama lima ratus tahun umat Islam melakukan sholat dengan Bunda Maria dan Jesus dihadapannya walaupun lukisan itu ditutup dengan plester dan ditindih oleh ornament Islam. Bagiku keberadaan ketiga ikon ini secara bersama-sama bukan sebuah kebetulan melainkan sebuah pernyataan vulgar tentang spiritualitas perempuan yang banyak dijelaskan oleh Maulana Rumi dan Ibn Arabi.
Rumi berkata, "Perempuan adalah cahaya Tuhan. Dia tidak hanya kekasih di dunia; dialah pencipta, bukan diciptakan." Bagi pemahaman parsial pernyataan ini bisa dianggap kontroversial dan menggelincirkan tetapi Rumi melihatnya dari sudut keseluruhan, sudut pandang esensi.
Ibn Arabi yang lahir sebelum Rumi, sudah menjelaskan tentang hakikat perempuan dan ketinggian spiritualitasnya. Melalui bab tentang Muhammad di buku Materpiece-nya, Fusul al-Hikam, yang menjelaskan tentang hikmah-hikmah para Nabi sejak Adam hingga Muhammad, Ibn Arabi menjelaskan bahwa, manusia adalah makhluk paling sempurna dimana citra Ilahi bisa disaksikan lebih sempurna dibanding ciptaan-ciptaan lainnya. Namun diantara manusia laki-laki dan perempuan, citra Ilahi paling lengkap dan sempurna dapat disaksikan pada perempuan. Ini karena pada perempuan citra Ilahi dapat disaksikan dengan cara aktif dan pasif sekaligus.
Penjelasan Ibn Arabi seringkali menimbulkan protes dari para lelaki yang tak mampu melihat dimana kelebihan spiritualitas perempuan, "kalau perempuan memang lebih sempurna mengapa tidak ada nabi perempuan?" begitu seringkali pertanyaannya. Sebagimana kebanyakan Muslim, mereka lupa pada spiritualitas Maryam, ibunda Nabi Isa (Jesus). Walaupun tak disebut sebagai seorang nabi (karena tak masuk dalam definisi yang dibuat) derajat Maryam setara Nabi. Jibril, sebagaimana kepada nabi Muhammad, juga datang langsung kepada Maryam untuk menyampaikan wahyu, dan wahyu itu diserahkan bulat-bulat kepada Maryam dalam bentuk Isa Alaihis Salam. Jika masih kurang yakin, lihatlah dari kacamata keseluruhan turunnya wahyu dari Adam hingga Muhammad. Dibutuhkan banyak laki-laki dan satu orang perempuan saja untuk dititipi wahyu oleh Tuhan. Tidakkah ini cukup menantang? Tidakkah ini karena perbedaan kapasitas wahyu yang bisa diembannya? Ya, Bunda Maryam, salam alaik...
Hagia Sophia (Aya Sofia)
Hagia
Sophia atau Kebijaksanaan Suci (Holy
Wisdom) dulunya adalah sebuah gereja besar yang menjadi induk gereja-gereja
Kristen bagian timur Bizantium baik Ortodok maupun Katolik Yunani. Pada awalnya
Ia adalah tempat pemujaan kaum pagan namun pada tahun 360 Masehi, Raja
Constantius mengubahnya menjadi gereja. Tadinya ia hanya dikenal sebagai gereja
besar karena waktu itu memang paling besar sebelum para teolog abad ke empat
memberinya nama Hagia Sophia atau holy wisdom yang mengacu pada Yesus Kristus.
Ketika Sultan Ahmet dari Kesultanan Ottoman Turki menaklukkan Constantinople
Hagia Sophia diubah menjadi mesjid, dan semua ikon-ikon Kristen ditutup dengan
plester dan diganti dengan motif-motif Islam. Sejak saat itu dan lima ratus
tahun berikutnya Hagia Sophia melayani umat Islam. Ketika Ataturk memerintah
Turki, Ia mengubahnya menjadi museum dan membukanya untuk umum. Hagia Sophia
pun melayani semuanya tanpa pandang bulu. Plester-plester yang menutup
ikon-ikon Kristen pun di buka sehingga terlihatlah sejarah kelamnya. Karena
baik umat Islam maupun Kristen sama-sama merasa memiliki Hagia Sophia maka
butuh kedewasaan dalam beragama agar kedua umat tak terprovokasi oleh sejarah
Hagia Sophia.
No comments:
Post a Comment