Semazen

Sunday, January 20, 2013

# 23. Hagia Sophia, Perawan Maria dan Muhammad


Tubuh adalah Maria; masing-masing kita mempunyai Jesus didalamnya.
Jika kepedihan muncul dalam diri kita maka Jesus Kristus akan terlahir. Jika tidak Jesus akan kembali ke asalnya, membawa serta jalan rahasia sebagaimana rahasia kedatangannya.
Kita, oleh karenanya, akan kehilangan hikmah-hikmahnya. 
-Rumi, Fihi Ma Fihi-


            Sajak ini menjelaskan pandangan Maulana tentang penderitaan. Bagi Maulana berbagai peristiwa hidup yang menyedihkan pada dasarnya adalah jalan menuju Cinta atau jalan bagi kelahiran keakuan kita yang sejati. Penderitaan adalah bagian dari proses pematangan spiritual seseorang. Menurut Rumi, cobaanlah yang memandu kita dalam setiap keberanian. Sebelum rasa nyeri muncul dari dalam maka kesejatian kita masih berada diluar jangkauan dan takkan pernah terlahir, sebagaimana Jesus yang takkan pernah lahir jika Maria tidak mengalami nyerinya melahirkan.
o0o

Sejak kemarin Ayla dan aku sudah meniatkan untuk berangkat lebih pagi agar bisa mengunjungi Hagia Sophia, Istana Topkapi dan Grand Bazaar. Yildiz sudah berangkat kerja ketika kami bangun. Setelah minum teh panas dan beberapa biskuit kami bergegas keluar apartemen. “Aku harus memastikan kalau pintu ini benar-benar terkunci karena ini rumah malaikatku. You know, Ayla, Yildiz adalah malaikatku,” kataku sambil berusaha mengunci rumah Yildiz rapat-rapat. “Ya, Yildiz malaikatku juga. Ia malaikat kita berdua,” jawab Ayla.
“Hey, kamu juga malaikatku, Ayla, kalau tidak ada kamu aku tidak punya teman mengekplorasi Istanbul.”
“Ya, kamu juga malaikatku,” jawab Ayla. Lalu kami saling berpelukan. 
            Kami keluar apartemen dan mengambil jalan yang berbeda dari yang kemarin. Menuruni puluhan anak tangga untuk sampai ke stasiun Kabattas dan naik trem yang akan membawa kami ke Hagia Sophia. Di anak tangga tidak jauh dari apartment Yildiz, Ayla berhenti dan memungut sesuatu. “Lihat, ada bulu,”  katanya sambil menunjukkan sebuah bulu merpati. “Aku selalu bilang pada anak-anakku, kalau kita menemukan bulu, itu artinya malaikat bersama kita. Sejak saat itu setiap kali mereka menemukan bulu mereka akan berkata seperti itu.” Kami lalu tertawa. “Itu artinya, hari ini malaikat bersama kita juga ha ha ha,” kataku.
“Ya, kupikir malaikat bersama kita hari ini,” balas Ayla.
            Trem membawa kami menyusuri jalan-jalan dan pertokoan yang sudah kami lalui dengan jalan kaki kemarin. Aku masih hafal letak-letaknya begitu pula restoran tempat kami makan kemarin dan mendapatkan dua gelas teh gratis, pertama teh biasa yang kedua teh apel. Ketika kami keluar untuk melanjutkan perjalanan ke Hagia Sophia, salah seorang pelayan mengantar kami sampai perempatan dan menujuki arah selanjutnya. Sejak hari pertama aku merasa tidak asing dengan Istanbul. Kota ini seperti sudah kukenal lama sehingga aku tidak takut kesasar ataupun dikibuli orang. Walau dibelahan dunia manapun akan selalu ada orang tidak baik sebagai penyeimbang kehidupan namun aku telah memutuskan untuk mempercayai siapapun. Karena aku yakin segala sesutau terjadi karena Tuhan mengijinkannya terjadi. Dan pasti ada hikmah atau pelajaran penting di balik setiap kejadian. Sepuluh menit kemudian trem tiba di stasiun Sultan Ahmet. Kami turun dan langsung  berjalan ke taman yang memisahkan Hagiasophia dan Blue Mosque. Tujuan pertama kami adalah Hagia Sophia yang disebut Ayasofia oleh orang Turki, lalu Istana Topkapi dan terakhir Grand Bazaar.          
      Hari itu begitu cerah. Tidak banyak awan sehingga langit tampak biru menawan dan matahari bersinar tanpa hambatan. Aku dan Ayla merasa bahwa Tuhan merestui petualangan kami, karena cuaca hari itu benar-benar berbeda dengan kemarin yang hujan dan bersalju, sehingga kami merasakan suasana Istanbul yang benar-benar berbeda. “Sekarang kan hari Natal. Barangkali kecerahan hari ini adalah hadiah Natal buat umat Kristen,” candaku. “Bisa jadi,” jawab Ayla.  Lalu kami berjalan menyusuri jalan kecil di Taman dan berfoto dengan latar belakang Hagia Sophia maupun Blue Mosque. Dari taman itu kami bisa memotret Hagia Sophia dan Blue Mosque hanya dengan membalikkan badan, karena keduanya berhadapan. Aku bisa memotret Hagia Sophia dengan jelas tapi tidak Blue Mosque, karena matahari ada di arahnya, sehingga hanya tampak siluetnya.

            Ketika tiba di depan pintu masuk Hagia Sophia terlihat antrian pengunjung begitu panjang. Aku dan Ayla memilih untuk melihat-lihat yang lain sambil menunggu antrian itu memendek. Hari itu banyak orang Yunani yang datang. Ayla mengenali dari bahasanya. Yunani dan Turki tidak jauh sehingga mereka mudah berlibur ke tempat ini selain memang mereka punya ikatan kuat dengan Hagia Sophia yang kini dimiliki Turki.
            Setelah membayar 20 Lira yang ternyata hanya untuk Hagia Sophia tidak termasuk Topkapi, kami lalu masuk mengikuti arus turis yang lain. Kami sempat bergabung dengan salah satu rombongan turis untuk ikut mendengarkan penjelasan guidenya tapi ternyata bahasanya tidak kami mengerti sehingga kami memilih untuk menjelajah tanpa perlu guide. Hagia Sophia begitu besar dan megah, berwarna tanah dan batu serta kesan tuanya sangat terlihat. Berbeda dengan Blue Mosque yang terlihat indah dan terawat, Hagia Sophia terkesan kusam dengan arabesque yang tak utuh disana-sini, namun sisa-sisa keindahannya masih terlihat. Seperti nenek tua yang cantik dimasa mudanya. Walaupun banyak kerut-kerut diwajahnya tetapi garis-garis kecantikan dimasa lalunya masih terlihat. Kaligarafi tulisan Allah, Muhammad, nama-nama sahabat Nabi dalam lingkaran besar, serta kaligrafi lain masih terlihat utuh di atas mihrab dan sekeliling ruang utama mesjid.
            Di dalam banyak sekali pengunjung. Aku memotret semua bagian agar bisa mengingat detailnya jika pulang nanti. Ketika kami sampai di mihrab ada sebuah spot yang menarik perhatian pengunjung. Seekor kucing besar sedang tidur pulas tepat didepan lampu sorot yang menyinari mihrab. Ia tidak peduli dengan keramaian dan flash camera para turis yang bergantian memotretnya. Ia tetap tidur bermandi kehangatan matahari listrik dengan wajah imut penuh kedamaian yang membuat iri banyak orang yang kedinginan.


Maria

            
        Di depan mihrab aku mendongakkan kepala. Tepat diatas mihrab terpampang lukisan Bunda Maria dan bayi Jesus di pangkuannya. Bagiku inilah bagian paling menyentuh dan mengharukan dari Hagia Sophia.  Sedangkan bagi umat Kristen yang masih mentah bagian ini bisa jadi paling menyakitkan. Karena bagian ini mengingatkan mereka pada sejarah menyedihkan Hagia Sophia yang selama seribu tahun menjadi tempat suci mereka, sebelum akhirnya berubah menjadi mesjid setelah Sultan Mehmet II menaklukkan Constantinople yang kemudian bernama Istanbul.
        Keberadaan kaligrafi Allah, Muhammad dan gambar Maria secara bersama-sama bagiku mempunyai makna tersendiri. Aku mempunyai ikatan emosional dengan ketiganya. Maria seolah mewakili keberadaan kaumku yang seringkali ternafikan. Lukisan Maria berada ditengah-tengah antara kaligrafi Allah dan Muhammad yang dibawahnya adalah tempat imam memimpin sholat. Berarti selama lima ratus tahun umat Islam melakukan sholat dengan Bunda Maria dan Jesus dihadapannya walaupun lukisan itu ditutup dengan plester dan ditindih oleh ornament Islam. Bagiku keberadaan ketiga ikon ini secara bersama-sama bukan sebuah kebetulan melainkan sebuah pernyataan vulgar tentang spiritualitas perempuan  yang banyak dijelaskan oleh Maulana Rumi dan Ibn Arabi. 


         Rumi berkata, "Perempuan adalah cahaya Tuhan. Dia tidak hanya kekasih di dunia; dialah pencipta, bukan diciptakan." Bagi pemahaman parsial pernyataan ini bisa dianggap kontroversial dan menggelincirkan tetapi Rumi melihatnya dari sudut keseluruhan, sudut pandang esensi. 
     Ibn Arabi yang lahir sebelum Rumi, sudah menjelaskan tentang hakikat perempuan dan ketinggian spiritualitasnya. Melalui bab tentang Muhammad di buku Materpiece-nya, Fusul al-Hikam, yang menjelaskan tentang hikmah-hikmah para Nabi sejak Adam hingga Muhammad,  Ibn Arabi menjelaskan bahwa, manusia adalah makhluk paling sempurna dimana citra Ilahi bisa disaksikan lebih sempurna dibanding ciptaan-ciptaan lainnya. Namun diantara manusia laki-laki dan perempuan, citra Ilahi paling lengkap dan  sempurna dapat disaksikan pada perempuan. Ini karena pada perempuan citra Ilahi dapat disaksikan dengan cara aktif dan pasif sekaligus. 
     Penjelasan Ibn Arabi seringkali menimbulkan protes dari para lelaki yang tak mampu melihat dimana kelebihan spiritualitas perempuan, "kalau perempuan memang lebih sempurna mengapa tidak ada nabi perempuan?" begitu seringkali pertanyaannya. Sebagimana kebanyakan Muslim, mereka lupa pada spiritualitas Maryam, ibunda Nabi Isa (Jesus). Walaupun tak disebut sebagai seorang nabi (karena tak masuk dalam definisi yang dibuat) derajat Maryam setara Nabi. Jibril, sebagaimana kepada nabi Muhammad, juga datang langsung kepada Maryam untuk menyampaikan wahyu, dan wahyu itu diserahkan bulat-bulat kepada Maryam dalam bentuk Isa Alaihis Salam. Jika masih kurang yakin, lihatlah dari kacamata keseluruhan turunnya wahyu dari Adam hingga Muhammad. Dibutuhkan banyak laki-laki dan satu orang perempuan saja untuk dititipi wahyu oleh Tuhan. Tidakkah ini cukup menantang? Tidakkah ini karena perbedaan kapasitas wahyu yang bisa diembannya? Ya, Bunda Maryam, salam alaik...


Hagia Sophia (Aya Sofia)

            Hagia Sophia atau Kebijaksanaan Suci (Holy Wisdom) dulunya adalah sebuah gereja besar yang menjadi induk gereja-gereja Kristen bagian timur Bizantium baik Ortodok maupun Katolik Yunani. Pada awalnya Ia adalah tempat pemujaan kaum pagan namun pada tahun 360 Masehi, Raja Constantius mengubahnya menjadi gereja. Tadinya ia hanya dikenal sebagai gereja besar karena waktu itu memang paling besar sebelum para teolog abad ke empat memberinya nama Hagia Sophia atau holy wisdom yang mengacu pada Yesus Kristus. Ketika Sultan Ahmet dari Kesultanan Ottoman Turki menaklukkan Constantinople Hagia Sophia diubah menjadi mesjid, dan semua ikon-ikon Kristen ditutup dengan plester dan diganti dengan motif-motif Islam. Sejak saat itu dan lima ratus tahun berikutnya Hagia Sophia melayani umat Islam. Ketika Ataturk memerintah Turki, Ia mengubahnya menjadi museum dan membukanya untuk umum. Hagia Sophia pun melayani semuanya tanpa pandang bulu. Plester-plester yang menutup ikon-ikon Kristen pun di buka sehingga terlihatlah sejarah kelamnya. Karena baik umat Islam maupun Kristen sama-sama merasa memiliki Hagia Sophia maka butuh kedewasaan dalam beragama agar kedua umat tak terprovokasi oleh sejarah Hagia Sophia.

Bagiku, yang sedang berkelana melalui tubuh perempuan, ketiga ikon ( Allah, Maria & Yesus,
dan Muhammad) itu seolah berkata: “ketika Ruh suci menempati seorang perempuan Ia melahirkan
firman Tuhan dalam bentuk Jesus. Namun ketika Ruh Suci itu menempati seorang laki-laki Ia
melahirkan firman Tuhan dalam bentuk Al-Qur’an. Maria dan Muhammad adalah wadah
sempurna bagi manifestasi ruh Tuhan di dunia.” 

No comments: